MANDI BAGI WANITA YANG TELAH SUCI DARI HAIDH DAN NIFAS
Mandi bagi wanita yang telah suci dari haidh dan nifas tata
caranya sama dengan tata cara mandi janabah. Namun disunnahkan bagi mereka
untuk mewangikan bagian/daerah mengalirnya darah, baik dengan minyak wangi atau
dengan jenis wewangian lainnya. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Ummu
‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha:
وَقَدْ
رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ
إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي
نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ
“Dan sungguh kami diberi keringanan ketika salah seorang
dari kami mandi dari haidh untuk memakai wangi-wangian.” (HR. Al-Bukhari no.
302)
Mewangikan bagian tubuh tempat mengalirnya darah berlaku
untuk semua wanita, baik wanita yang berstatus sebagai istri atau gadis. Hal
ini tujuannya adalah untuk menghilangkan aroma yang tidak sedap.
Demikian
menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar, dan juga An-Nawawi (Lihat Fathul Bari 3/239,
Al-Minhaj 4/14)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Bila wanita yang
mandi haidh tidak memakai wewangian pada daerah tempat mengalirnya darah
padahal memungkinkan baginya untuk memakainya, maka hukumnya makruh.” (Lihat
Al-Minhaj 4/14)
HUKUM MENGURAI RAMBUT YANG DIIKAT/DIJALIN SAAT MANDI
Tidak wajib bagi wanita melepaskan ikatan rambutnya ketika
mandi janabah. Hal ini berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang
pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ, إِنِّي
امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي
فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ: لاَ, إِنَّمَا
يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى
رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ
تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
“Wahai Rasulullah, aku adalah wanita yang mengikat kuat
rambutku, apakah aku harus melepaskan ikatan tersebut saat mandi janabah?
Rasulullah menjawab: “Tidak. Cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu
sebanyak tiga tuangan. Kemudian menyiramkan air secara merata ke seluruh
tubuhmu. Maka dengan begitu engkau telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
Namun beda halnya ketika mandi haidh atau nifas. Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum melepaskan ikatan rambut ketika mandi haidh.
Sebagian ulama berpendapat wajib. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri,
Thawus, Ibnu Hazm, Ahmad bin Hambal, dan yang lainnya. (Lihat Nailul Authar,
1/275)
Adapun mayoritas ulama berpendapat hukumnya mustahab
(sunnah), tidak wajib. Disebutkan dalam riwayat lain dari Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha, ketika ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam:
إِنِّي
امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي
فَأَنْقُضُهُ لِلْحَيْضَةِ وَالْجَنَابَةِ قَالَ لاَ إِنَّمَا
يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى
رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ
“Aku adalah wanita yang mengikat kuat rambutku, apakah aku
harus melepaskan ikatan tersebut saat mandi haidh dan janabah? Rasulullah
menjawab: “Tidak. Namun cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu sebanyak
tiga tuangan.” (HR. Muslim no. 497)
Adapun hadits yang memerintahkan wanita melepaskan ikatan
rambutnya ketika bersuci, dihukumi dha’if (lemah) oleh ulama pakar hadits.
Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Demikian pendapat yang dipilih
Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab, Ibnu Baz, dan yang
lainnya (Lihat Taudhihul Ahkam, 1/401)
Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah: “Bila si wanita
memiliki rambut yang diikat, maka tidak wajib baginya melepaskan ikatan
rambutnya tersebut saat mandi janabah. Mandi wajib dari haidh sama hukumnya
dengan mandi janabah, tidak berbeda.” (Lihat Al-Umm, 1/56)
HUKUM BERWUDHU SETELAH MANDI WAJIB
Seorang yang telah selesai dari mandi janabah tidak wajib
baginya berwudhu, baik ia melakukan mandi janabah dengan cara yang sederhana
atau cara yang sempurna. Karena ia telah suci dari hadats besar, maupun dari
hadats kecil. Berdalil dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْدَ
الْغُسْلِ
“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
berwudhu setelah selesai mandi (janabah).” (HR. At-Tirmidzi no. 107.
Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Misykah no. 445)
Berkata Ibnu Abdil Barr rahimahullah: “Ulama sepakat,
seseorang yang telah selesai melakukan mandi janabah, tidak perlu mengulangi
wudhu.” (Lihat Al-Istidzkar, 1/303)
Hal ini jika tidak batal wudhunya sewaktu ia mandi. Jika
batal, maka wajib mengulangi wudhunya.